Sabtu, 08 Januari 2011

Dreaming Bieber #3

Kutiup debu yang menutupi buku yang kupegang. Debunya cukup tebal memenuhi setiap sisi buku ini. Ini adalah buku diaryku tujuh tahun yang lalu. Buku diaryku yang pertama kumiliki dan kuisi dengan berjuta kisah yang berkesan hingga menjadi sebuah kenangan manis di hati. Pffuuh...debunya beterbangan di sekitarku. Aku sampai batuk-batuk karena debu yang masuk ke dalam saluran pernafasanku. Lap basah yang sudah kusiapkan tadi langsung kugunakan untuk membersihkan debu yang masih tersisa. Baunya sudah apek.
Hari ini aku memang sedang rajin-rajinnya membereskan rumah. Mama bilang, kamarku akan segera direnovasi untuk dijadikan kamar kost. Karena empat tahun ke depan aku akan pindah keluar kota untuk meneruskan kuliah. Jadilah aku harus membongkar semua barang-barang di kamarku dan memindahkannya ke ruangan lain untuk sementara waktu.
Tak terasa sudah satu jam berlalu, pekerjaanku terhenti karena buku diary ini. Buku diary yang kutemukan di bawah kasur. Aku lupa kalau aku menyimpannya di situ. Karena dulu adik perempuanku selalu ingin tau apa isi buku diaryku. Jadilah aku harus menyimpannya sembunyi-sembunyi.
Aku mulai membuka halaman pertama. Seperti buku diary yang lainnya. Selalu diawali dengan biodata pemiliknya. Begitu pun dengan buku diary yang kumiliki ini. Tulisan tanganku yang masih acak-acakan memenuhi halaman pertama dan ditambah pula dengan hiasan yang berwarna-warni. Sebelum aku membuka halaman berikutnya, selintas beberapa kenangan memenuhi ingatanku. Semua tentang lelaki pujaan hatiku saat itu. Halaman berikutnya mulai kubuka.
Diary.....
Aku menyukai seseorang di kelasku sejak kelas 2 SD. Entah mengapa aku selalu senang berada di dekatnya. Namanya
Greyson. Memang, usiaku masih sangat kecil saat itu. Tapi mungkin saat itu aku menyukainya sebagai seorang sahabat. Ia duduk tepat di sampingku. Aku satu meja dengannya! Setiap hari setiap aku berada di sekolah, ketenangan dan rasa senang itu selalu datang tiap kali aku bersamanya.
Wajahnya begitu manis. Tatapan matanya tajam. Hatinya lembut. Tutur katanya selalu membuat hatiku berbunga-bunga. Hal itu kurasakan sampai saat ini. Meskipun sejak kelas 3 SD aku sudah tidak lagi duduk di sampingnya, tapi rasa itu terus membekas di hati.
Seiring waktu yang berjalan, aku tidak pernah tau apakah ia menyukaiku juga atau tidak. Sampai kini aku telah menginjak kelas enam. Pertanyaan itu belum juga terjawab. Diary, bagaimana dengan hati ini? Pantaskah aku masih mengharapkannya?
Aku menghela nafas perlahan. Ini adalah kisah cinta pertamaku. Kisah tentang pertama kalinya aku menyukai lawan jenisku. Aku ingat, dulu aku memang cukup dekat dengannya saat itu. Aku banyak tau tentang dirinya. Aku dan dia banyak bercerita tentang kisah kami masing-masing. Tapi itu benar-benar kisah cintaku yang awal. Dan aku masih punya kisah cinta berikutnya di halaman lain. Halaman kedua selesai kubaca, aku lalu membuka halaman berikutnya. 
Diary.............
Hari ini adalah hari bahagia dalam hidupku. Hatiku berbalas.
Greyson menyukaiku! Kau tau, sepulang sekolah tadi Greyson menghampiriku. Tanpa basa-basi, ia langsung menyatakan perasaannya padaku. Ia bilang ia menyukaiku. Sama seperti aku menyukainya. Rasa itu terajut sejak kelas 2 SD. Kini aku sudah menginjak kelas satu SMP. Hatiku benar-benar berbunga rasanya. Mulai hari ini, aku jadian dengannya. Kurasa, aku akan benar-benar nyaman bersamanya seperti dulu.

Aku dan sahabatku duduk di bawah rindangnya pepohonan yang cukup rimbun. Sinar matahari memang sangat menyengat siang ini. Aku menghela nafas panjang sambil melamun. Tatapan mataku kosong ke arah lapangan.  Sahabatku, Geby hanya terdiam melihatku seperti ini. Ia sudah tau kebiasaanku. Setiap aku  mengajaknya untuk duduk di bawah pohon ini, aku selalu melamun. Karena itulah ia tak berani mengatakan sepatah katapun sampai aku yang memulainya.
“Geby. Kamu nggak apa-apa aku ajak ke sini lagi?” tanyaku akhirnya.
“Ya...aku sudah biasa kok! Kamu santai aja dulu. Pikirin dulu semua masalah kamu. Kalau kamu udah capek dan belum juga nemuin jalan keluarnya, kamu kan bisa cerita sama aku,” sahut Geby sambil kemudian ia bersandar di punggungku.
“Maaf ya. Seminggu ini aku udah ngajak kamu ke sini sampai 3 kali. Dan aku belum cerita apa-apa sama kamu,”
“Nggak apa-apa kok! Udah, kamu tenangin pikiran kamu aja dulu. Aku masih betah kok nemenin kamu di sini,”
“Betah? Betah kenapa?” tanyaku.
“Tuh di ujung lapangan ada Justin, Ryan, sama Cris lagi ngobrol,” ucap  Geby sambil menunjuk ke ujung lapangan.
“Memangnya kalau mereka lagi ngobrol di sana kenapa?” tanyaku.
“Aku lagi ngefans sama Ryan. Ingin menatapnya sepuas hati meskipun dari jarak yang jauh,”
“Dasar! “
Kulihat Geby hanya tersenyum. Ia lalu meneruskan tatapannya pada Ryan. Aku tak perduli pada mereka bertiga yang ada di ujung lapangan itu. Pikiranku sedang kacau. Banyak kejadian aneh yang menimpaku selama satu minggu ini. Geby belum kuberi tau kalau hal yang mengganggu pikiranku adalah Ryan, Justin, dan Cris. Mereka bersikap aneh padaku setiap harinya. Belum lagi tentang
Greyson. Aku melihatnya bersama Fita sepulang sekolah. Fita adalah anak baru pindahan dari Semarang. Sejak kedatangan Fita, Greyson perlahan mulai terasa jauh. Ia jadi jarang sekali menghampiriku di waktu istirahat. Sepertinya mereka semakin dekat. Aku menghela nafas panjang. Angin sejuk semilir melewati wajahku. Sejuk. Rasanya aku ingin tertidur saja. Melupakan semua masalah yang mengganjal. Aku pindah tempat duduk. Kusandarkan tubuhku pada batang pohon. Aku mulai memejamkan mataku perlahan dan....
“”nma kmu”, Ryan jalan ke sini!” tiba-tiba Geby berteriak histeris.
”Biarin aja. Memangnya kenapa kalau dia jalan ke arah sini?” kataku tetap tak perduli.
“Kita tanya yuk apa yang mereka omongin barusan!” ajak Geby sambil menarik lenganku. Aku diam saja. Aku tak perduli dengan Ryan. Mataku mulai kupejamkan.

“Pokoknya kita putus!” ucapku lantang sambil menatap tajam
Greyson.
“Memangnya kenapa?” tanya
Greyson.
“Aku udah capek kamu bohongin terus. Kamu dekat dengan Fita kan?! Kamu nggak usah ngelak lagi. Kemarin aku liat kamu jalan sama dia di mall. Pantas saja kamu nggak mau jalan sama aku kemarin. Padahal kamu bilang, kamu mau kerja kelompok, nggak taunya kamu malah jalan sama Fita!”
“Tapi aku nggak mau putus sama kamu’nma kmu’. Kamu....first love aku,” mata
Greyson menatapku lembut.
“Aku nggak perduli! Pokoknya kita putus!” ucapku. Aku lalu pergi darinya. Mataku berair. Dimas tidak mengejarku. Ia hanya diam menerima keputusanku. Sudah dua tahun aku dengannya. Kini kisah itu berakhir dengan kata putus dariku.
@
Diary.........
            Sekarang ini aku sudah menginjak kelas satu SMA. Hari pertamaku di SMA sangat menyenangkan. Banyak teman SMP yang masih sekelas denganku saat ini. Termasuk
Greyson.
Oh, ya kemarin di sekolah Tia banyak bercerita padaku tentang Ryan, Justin, dan Cris. Sikap aneh mereka padaku sejak SMP itu kini mulai bisa kumengerti apa sebabnya.
            Sudah selama ini Ryan dan Justin terus mendekatiku. Mereka yang semula jauh, seakan-akan selalu berada di dekatku sejak SMP. Bahkan mereka banyak mengajakku mengobrol setiap harinya. Tapi berbeda dengan Justin. Ia lebih banyak diam jika ada di dekatku. Matanyanya yang coklat  sering menatapku dengan tatapan yang tajam. Benar-benar misterius. Ia bahkan tak banyak bicara. Hanya menatapku.
            Tetapi beberapa hari yang lalu, mereka membawaku ke masa lalu. Mereka terus mengungkit-ungkit kisahku dengan
Greyson. Aku ingin menangis. Entahlah...hal yang mereka lakukan sering sulit kupahami.
            Sewaktu pertemuan Geby dan Ryan di lapangan siang itu, ternyata mereka banyak mengobrol sementara aku tertidur di bawah pepohonan. Ryan banyak bercerita tentang apa saja yang baru saja mereka bicarakan di ujung lapangan saat itu. Ryan bilang kalau sebenarnya Justin menyukaiku. Entah apa yang harus kurasakan saat ini. Tak ada yang bergetar di hatiku ketika aku mendengar hal itu. Benarkah hal itu ? Aku pun masih ragu saat ini.
            Aku tersenyum sesaat setelah membaca halaman ini. Ini adalah awal kenangan manis yang kumiliki. Pertama kalinya kudengar ada seseorang yang menyukaiku dengan sebunyi-sembunyi. Tanganku sudah mulai gatal untuk membaca halaman berikutnya.
Diary............
            Siang tadi aku melihat
Greyson dan Fita bersama. Mereka mengobrol di tempat duduk Ryan. Ada rasa miris di hatiku. Mungkin rasa ini adalah setitik cemburu di hatiku. Rasanya memang tidak terlalu sakit, tapi sangat cukup membuat hatiku berhenti berharap padanya. Yang kutau sampai saat ini mereka hanya sebatas dekat saja. Tapi kemudian aku benar-benar terkejut dengan berita yang baru saja kudengar setelah mereka berdua selesai mengobrol. Geby bilang kalau Greyson dan Fita sudah jadian selama satu tahun. Selama itukah? Mengapa aku baru mengetahui hal itu? Tia bilang ia tidak mau sampai aku mengetahui hal ini. Ia tidak mau aku sakit hati.
Hatiku baru benar-benar sakit setelah kutau hal yang sebenarnya. Harapanku benar-benar tertelan ke dasar bumi. Harapan yang sangat sulit untuk kugapai lagi. Jujur kuakui aku memang masih berharap sampai saat ini. Walaupun aku yang memutuskan hubungan saat itu, tapi hatiku berharap ia masih menyukaiku. Tapi aku kini mengerti kalau
Greyson benar-benar sudah menyukai Fita. Mungkin sejak pertama kali mereka bertemu.
            Sementara itu, ketika mataku hampir basah, Ryan, Cris, dan Justin menghampiriku. Mereka mengajakku dan Geby untuk jalan-jalan ke mall hari Minggu besok. Aku menuruti saja ajakan mereka. Ya....hitung-hitung untuk menghibur hatiku yang sakit ini.

            “Ryan, kamu aja yang bawa motorku. Perjalanan cukup jauh. Aku nggak berani bawa motor sejauh itu,” ucap Geby sambil memberikan kunci motornya pada Ryan.
            “Terus, bye. Kita naik motor yang mana?” tanyaku.
            “Mm...gini deh. Aku dibonceng sama Ryan. Kamu sama Justin aja ya, ‘nm km’!”  ucap Geby sambil menaiki motor dan duduk di belakang Ryan.
            “Bener tuh! Justin kamu bonceng ‘nm km’ ya! Eh, ya kita jalan duluan nih! Bye....!” Ryan langsung menyalakan motornya. Tinggallah aku dan Justin yang sama-sama bungkam. Aku takut aku akan salah tingkah di depan Justin.
            “ ‘nm km’, kita berangkat sekarang. Nanti ketinggalan mereka. Ayo naik!” ajak justin sambil memberikan helm berwarna biru padaku. Aku hanya mengangguk dan mengikuti perkataannya.
            Selama perjalanan ini aku dan Justin sama sekali tidak berbicara sepatah katapun. Aku dan Justin sama-sama tak punya pilihan kata untuk diucapkan.
            Tak lama kemudian kami sampai di mall. Ryan dan Geby mengantri tiket bioskop. Aku dan Justin mereka suruh untuk membeli makanan. Sama seperti sebelumnya, aku dan Justin benar-benar diam. Tak ada suara yang keluar selain hanya sekadar bertanya tentang hal yang sedang kami lakukan saat ini. Memilih makanan.
            Setengah jam kemudian film akan segera dimulai. Kami berempat mencari tempat duduk sesuai tiket yang kami miliki. Sepertinya hal ini memang benar-benar sudah direncanakan. Buktinya, aku dan Justin benar-benar duduk bersebelahan. Sepertinya aku harus menuruti jalan cerita yang mereka rencanakan ini. Lima menit berlalu. Film sudah mulai diputar. Bangku sebelah kananku tempat Justin duduk. Dan bangku sebelah kiriku masih kosong.
            “ ‘nm km’, aku boleh minta maaf sama kamu?” tanya Justin tiba-tiba.
            “Minta maaf soal apa?” tanyaku sambil mataku tetap ke layar.
            “Kalau mungkin aja kamu pernah merasa nggak enak gara-gara aku,”
            “Nggak enak kenapa? Aku nggak apa-apa kok, Justin. Kamu kan nggak pernah bikin aku sakit hati. Nggak usah merasa bersalah gitu kali,”
            “Oh, ya sudah. Kalau begitu aku tenang. Terima kasih ya, ‘nm km’,”
            “Ya. Sama-sama,” aku lalu meneruskan tontonanku. Tapi setelah Justin bicara barusan, aku jadi semakin bingung. Sebenarnya aku masih tidak mengerti mengapa ia bicara seperti itu.
            “ ‘nm km’,” panggil Justin.
            “Ada apa lagi?” tanyaku.
            “Ah, nggak deh. Nggak jadi,”
            Aku hanya diam sambil menatap Justin. Aku tak mengerti sikapnya saat ini. Begitu aneh.
            Makanan ringan yang kupegang tiba-tiba terlempar ke samping kiri. Kutengokkan wajahku dan....
            “Aduh! Maaf ya, aku nggak sengaja. Tiba-tiba aja makanannya lompat dan.......,” perkataanku terhenti saat kulihat orang yang saat ini berada di sampingku.
            “Eh, ‘nm km’. Nggak apa-apa kok!” ucapnya sambil tersenyum padaku.
            “
Greyson?” ucapku. Aku lalu menengok ke samping kiri tempat Greyson duduk.
            “Kok sendiri?” tanyaku heran karena aku tidak melihat Fita di sampingnya.
            “Ya, sendiri aja. Pasti kaget ya karena aku nggak sama Fita?” tebaknya. Aku mengangguk.
            “Eh, jangan bilang siapa-siapa ya, ‘nm km’. Kemarin aku baru putus sama Fita,”
Greyson berbisik di telingaku. Kulihat Ryan, Geby, dan Justin menatap aku dan Greyson bergantian. Mencoba menebak apa yang Greyson katakan kepadaku saat ini.
            Hatiku berdesir perlahan. Entah apa yang kurasakan saat ini. Setelah itu, aku mencoba pura-pura tidak terjadi apa-apa dan mencoba menikmati film walau sebenarnya hatiku seperti tak jelas apa rasanya.
Akhirnya film selesai diputar. Lampu mulai dinyalakan. Tiba-tiba Justin menarik tanganku sampai keluar bioskop. Ia mengajakku sampai ke food court. Greyson melihatku dan Justin. Tapi ia tidak mengikuti kami. Ia hanya tersenyum dan melambai kepadaku.
            “justin, kamu apa-apaan sih?” tanyaku agak kesal.
            “Kamu masih suka sama
Greyson? Tadi dia bisik-bisik apa sama kamu?” tanya Justin sambil menatapku tajam.
            “Memangnya hubungannya sama kamu apa? Kenapa kamu tiba-tiba aja nanya kayak gitu sih?”
            “Kamu jawab aja pertanyaanku itu,” Mata Justin masih belum berpaling.
            “Aku nggak akan jawab pertanyaan itu kalau kamu nggak kasih tau alasannya,” Aku mencoba melihat ke arah lain.
            “Haruskah aku katakan alasannya?” tanya Justin. Aku mengangguk.
            “Karena aku cemburu,” ucapnya pelan. Aku terdiam mendengar kata-katanya barusan. Cemburu? Mengapa ia harus cemburu?
            “Kamu suka sama aku, Justin?” tanyaku akhirnya. Justin mengangguk.
            “Kamu belum jawab pertanyaanku. Apa kamu masih suka sama
Greyson?” tanya Justin.
            “Ya. Sedikit. Rasanya sedikit berbeda dengan saat aku masih jadian dengannya,” jawabku.
            “Kamu masih berharap padanya?” tanya Justin.
            “Entahlah. Mungkin aku sudah terlalu lelah untuk berharap padanya,”
            “ ‘nm km’. Maukah kamu menjadi pacarku?” ucap Justin tiba-tiba. Wajahnya terlihat sangat serius.
            “Kenapa aku harus jadi pacar kamu, Justin?”
            “Karena.....aku sudah menyukaimu sejak lama,”
@
Diary.......
            Kini aku sudah jadian dengan Justin. Ternyata ia begitu baik padaku. Perhatiannya sangat besar padaku. Kurasa aku ingin membalas cintanya. Sepertinya kisah tentang
Greyson harus benar-benar kuakhiri sampai di sini. Sejak pertemuanku dengannya di bioskop, aku sudah tidak lagi bertemu dengannya. Ia pindah keluar negeri. Mungkin itulah alasannya mengapa ia putus dengan Fita dan tidak lagi mencoba untuk mendekatiku.
Greyson memberikan sepucuk surat terakhirnya sesaat sebelum pergi. Ia menitipkannya pada Geby. Dalam surat itu dia mengatakan kalau dia menganggapku sebagai first lovenya sampai saat ini. Satu rahasia yang baru kuketahui. Ternyata Justin dan Greyson adalah saudara sepupu.
Halaman diary hampir habis. Sudah setengah jam berlalu sejak aku mulai membaca buku diary ini. Kamarku masih setengah rapi. Belum semuanya kubereskan. Aku masih ingin membaca lanjutannya sampai diary ini habis kubaca. Pintu kukunci rapat agar Mama tidak tau.
Diary............
            Kemarin aku banyak bertanya pada Ryan tenatng
Greyson dan Justin. Darinya aku tau kalau Greyson sengaja mendekati Fita dan menjauhi aku. Ia mengalah pada Justin. Katanya Justin memiliki cinta yang lebih besar daripada cinta Greyson padaku. Lagipula Greyson akan pergi keluar negeri. Akhirnya ia mencoba mendekati Fita agar aku marah padanya.
            Entahlah diary, masalah ini begitu rumit bagiku. Justin dan
Greyson, mereka berdua sangat berarti untukku......
Cinta tak akan pernah memilih
Pada siapa ia akan datang
Cinta tak akan pernah memilih
Pada siapa ia akan pergi
            Halaman diary sudah habis. Aku menghela nafas panjang. Tidak terasa sudah tiga tahun sejak kepergian
Greyson keluar negeri. Waktu yang cukup lama. Aku tidak pernah tau bagaimana kabarnya sejak ia di sana. Justin masih tetap denganku. Ia satu kampus denganku.
            “ ‘nm km’, ada tamu untuk kamu!” teriak Mama dari luar kamar.
            “Siapa, Ma?” tanyaku sambil membuka kunci kamar.
            “Justin dan
Greyson. Mereka sudah tunggu kamu di ruang tamu,”

– THE END–

Tidak ada komentar:

Posting Komentar